Ekonomi Jibuti

Perekonomian di Jibuti banyak ditopang oleh jasa pelabuhan serta penyewaan tanah bagi markas besar pasukan asing. Guna memperbaiki perekonomiannya, Pemerintah Jibuti telah menetapkan tahun 2035 sebagai tahun pencapaian target mereka menjadi hub perdagangan dan logistik di Afrika. Untuk itu, pemerintah Jibuti telah menetapkan rencana pembangunan 5 tahun yang dimulai tahun 2015 lalu sampai dengan 2019 dengan nama Strategy of Accelerated Growth and Promotion of Employment (SCAPE). Berbagai rencana pembangunan di bidang Ekonomi dalam SCAPE sampai dengan tahun 2019 adalah:

  • Mencapai pertumbuhan Produk Domestik Bruto (GDP) sebesar 10% tiap tahun
  • Mengurangi jumlah pengangguran sampai dengan 38% dari jumlah populasi.
  • Mengurangi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan sampai dengan 20% dari jumlah populasi
  • Mewujudkan posisi Jibuti sebagai hubungan regional
  • Menyelaraskan sistem pendidikan tingkat dasar dan mengadakan berbagai pelatihan/ pendidikan vokasi agar SDM yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja.
  • Menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan secara nasional serta mengurangi jumlah kematian pada saat proses persalinan menjadi 15%, kematian bayi baru lahir menjadi 25%; dan kematian balita menjadi hanya 30%.
  • Mengurangi ketidaksetaraan jender.
  • Meningkatkan akses masyarakat terhadap air bersih melalui proyek penyulingan air laut, penyambungan pipa air dari Ethiopia serta pengeboran mata air di wilayah utara sehingga akses terhadap air bersih mencapai 85% dari total populasi.
  • Mengurangi jumlah pemukiman kumuh (target 0%) melalui penyediaan rumah layak bagi rakyat kurang mampu.
  • Meningkatkan kewaspadaan dan ketahanan penduduk terhadap efek dari perubahan iklim global.
  • Melakukan diversifikasi profesi ke sektor-sektor yang masih belum digarap secara serius yaitu pariwisata dan perikanan laut modern.

Pertumbuhan GDP di Jibuti diperkirakan akan stabil pada angka 6-8% untuk jangka panjang, dengan pertimbangan proyek-proyek investasi besar seperti pembangunan pelabuhan-pelabuhan laut dalam, jalur kereta api, dan sumber daya telah difungsikan dan menghasilkan pendapatan bagi pemerintah.

Pemerintah Jibuti sangat bergantung pada pinjaman luar negeri dalam menyelesaikan berbagai proyek pembangunan infrastrukturnya, termasuk dalam hal ini pembangunan jalur kereta api dari Ethiopia dan pembangunan berbagai pelabuhan laut dalam. Jumlah pinjaman luar negeri yang mencapai 90,70% (2017) dari GDP telah menimbulkan kekhawatiran dari IMF dan oleh karena itu Pemerintah Jibuti disarankan untuk menyusun ulang strategi peminjaman luar negeri mereka. Apabila Pemerintah Jibuti tidak mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada angka 6%, maka diperkirakan pada tahun 2021 hutang luar negeri Jibuti akan melebihi dari GDP.[1]

Referensi

  1. ^ "Kedutaan Besar Republik Indonesia di ADDIS ABABA, Merangkap Republik Djibouti dan Uni Afrika Ethiopia". Kementerian Luar Negeri Repulik Indonesia. Diakses tanggal 2021-05-10.